• 沒有找到結果。

PPK MELALUI PARTISIPASI MASYARAKAT/KOMUNITAS

在文檔中 PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER (頁 43-51)

G. Langkah-langkah

7. PPK MELALUI PARTISIPASI MASYARAKAT/KOMUNITAS

Analisis situasi: diskusikan kasus-kasus pelibatan komunitas yang telah dilakukan sekolah selama ini? Apakah sudah sesuai kebutuhan PPK? Apakah efektif dalam mengembangkan PPK? Apa keunggulannya dan apa kekurangannya ?

No Waktu (Tanggal)

Segmen Komunitas yang

Dilibatkan Tujuan

Bentuk Kegiatan 1

2

3

4

5

6

7

Jakarta, ______________________

Guru Komite Sekolah

( _________________________) ( _________________________) Kepala Sekolah Pengawas Sekolah

( _________________________) ( _________________________)

Kepemimpinan dalam konsep Ki Hajar Dewantara terangkum dalam

“Trilogi Kepemimpinan” yaitu ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Penjelasan ringkasnya sebagai berikut:

Ing ngarso sung tuladha

Ing ngarso mempunyai arti di depan/di muka, sung berasal dari kata ingsun yang artinya saya, tuladha berarti tauladan. Jadi makna ing ngarso sung tuladha adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan contoh/teladan bagi orang- orang disekitarnya. Oleh karena itu yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan.

Ing madya mangun karsa

Ing madya artinya di tengah-tengah, mbangun berarti membangkitan atau menggugah dan karsa diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat.

Jadi makna dari kata itu adalah seseorang ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat. Pemimpin juga harus mampu memberikan inovasi-inovasi dilingkungannya dengan menciptakan suasana yang lebih kodusif untuk keamanan dan kenyamanan.

Tut wuri handayani

Tut wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berati memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Arti tut wuri handayani ialah seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh orang-orang disekitar kita menumbuhkan motivasi dan semangat.

Lampiran I

Manajemen dan

Kepemimpinan Sekolah

Berikut ini akan dibahas peranan kepala sekolah dalam konteks PPK.

1. Peranan kepala sekolah sebagai manajer dan pemimpin dalam PPK sesuai dengan kompetensi kepala sekolah:

a. menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan;

b. mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan;

c. memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal;

d. mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif;

e. menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik;

f. mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal;

g. mengelola sarana dan prasarana sekolah/ madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal;

h. mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/ madrasah;

i. mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik;

j. mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional;

k. mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien;

l. mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/ madrasah;

m. mengelola unit layanan khusus sekolah/ madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah;

n. mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan;

o. memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.; dan

p. melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan

program kegiatan sekolah/ madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.

2. Peranan kepala sekolah dalam implementasi PPK:

a. memiliki peranan sentral dalam rangka mengembangkan Penguatan Pendidikan Karakter dengan menjalankan fungsi manajemen dan kepemimpinan (pengelolaan SDM, sarana dan prasarana sekolah);

b. menjadi semacam “conductor orkestra” yang mengarahkan, mengembangkan mengembangkan ekosistem sekolah;

c. menjadi inspirator dan komunikator yang menghubungkan sekolah, orangtua dan masyarakat dalam rangka pengembangan PPK (mengelola dukungan masyarakat);

d. mendorong terjadinya perubahan melalui manajemen perubahan di sekolah, pengembangan budaya dan kepemimpinan sekolah dalam PPK (fungsi transformatif kepala sekolah);

e. menjadi figur keteladanan melalui sikap, perilaku, tutur kata, dan pengelolaan organisasi dalam rangka pengembangan budaya sekolah: dan

f. memiliki karakteristik kepemimpinan pembelajaran (instructional leader) yang berfokus pada lima nilai utama karakter dan ditunjukkan melalui supervisi akademik pada kegiatan intra kurikuler dan supervisi manajerial pada kegiatan kokurikuler serta ekstra kurikuler secara efektif dan berkelanjutan (Kolaborasi KS dengan PS).

3. Jaringan tripusat pendidikan

Dalam kompetensi manajerial kepala sekolah disebutkan bahwa salah satu tugas kepala sekolah adalah “mengelola hubungan sekolah/

madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah. Kompetensi sosial kepala sekolah menyebutkan bahwa kepala sekolah juga “bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah, berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, dan memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain”. Kepala sekolah merupakan komunikator yang menghubungkan visi sekolah dengan keluarga dan masyarakat. (tripusat pendidikan) Program Penguatan Pendidikan Karakter tidak akan berhasil tanpa melibatkan jaringan peranan tripusat pendidikan, yaitu sekolah, rumah (orang tua) dan

masyarakat. Pelibatan publik pendidikan sangat dibutuhkan agar penguatan pendidikan karakter memperoleh dukungan semua pihak : dana, tenaga, pemikiran, keahlian, dan pemikiran. Kemampuan mengembangkan jaringan tripusat merupakan kompetensi utama yang perlu dimiliki oleh kepala sekolah dan didukung oleh pengawas dalam rangka mengembangkan Penguatan Pendidikan Karakter secara mandiri dan gotong royong.

Strategi pengembangan tripusat mendidikan, dapat dilakukan dengan: (1) komunikasi yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan pendidikan, terutama orang tua, komite sekolah, dan tokoh-tokoh penting di lingkungan sekitar sekolah; (2) relasi yang baik dengan lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah serta dengan komunitas-komunitas yang memiliki potensi untuk membantu program PPK di sekolah; dan (3) peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan kegiatan PPK sebagai sumber-sumber pembelajaran.

4. Branding sekolah

Branding sekolah merupakan identitas sekolah sebagai ciri khas yang menunjukkan keunikan, kekuatan, dan keunggulan sekolah berdasarkan potensi lingkungan, peluang yang ada, dan memperoleh dukungan dari seluruh warga sekolah dan orang tua peserta didik.

Branding sekolah dapat dikaitkan dengan pilihan prioritas nilai dalam nilai-nilai utama PPK dan didukung dengan jalinan nilai-nilai karakter lain. Branding sebagai ciri khas sekolah pada akhirnya mampu menjadi ciri khas yang unik yang membedakan satu sekolah dengan sekolah yang lain. Branding sekolah dapat menjadi daya tarik masyarakat dalam menentukan pilihan pendidikan. Branding disusun berdasarkan analisis konteks dan potensi lingkungan yang ada, visi, misi, dan nilai-nilai inti (core value) sekolah. Oleh karena itu kepala sekolah bersama dengan warga sekolah dapat menentukan branding sekolah sebagai ciri khas yang diunggulkan.

5. Analisis kekuatan dan potensi lingkungan dalam implementasi PPK Kepala sekolah perlu memiliki kemampuan untuk menganalisis kekuatan dan potensi lingkungan yang ada untuk mengembangkan program PPK, terutama bagaimana melibatkan partisipasi masyarakat dalam PPK.

Konsep dasar budaya sekolah

Budaya/kultur sekolah adalah tradisi sekolah yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan spirit dan nilai-nilai yang dianut sekolah.

Tradisi ini mewarnai kualitas kehidupan sebuah sekolah, termasuk kualitas lingkungan, kualitas interaksi, dan kualitas suasana akademik.

Terbentuknya budaya sekolah yang baik dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik, terutama dalam mengubah perilaku peserta didik.

Faktor-kaftor pembiasaan budaya sekolah melibatkan nilai moral, sikap dan perilaku siswa, komponen yang ada di sekolah, dan aturan/tata tertib sekolah.

“Culture is the sum of the attitudes, values, goals, and practices that characterize a group. In particular, the culture of a school is seen and heard every day in the way individuals—school administrators, teachers, students, and parents—speak to, interact with, and even think about one another. Culture permeates every aspect of the school. It is not just seen and heard—it is felt.” (DePorter & Reardon, 2013:9)

Dalam membangun budaya sekolah, perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut: (1) penentuan visi (nilai-nilai, tujuan, misi, harapan peran, dan profil lulusan) sekolah yang jelas; (2) sosialisasi visi pada warga dan mitra sekolah.;(3) pembuatan aturan yang jelas untuk guru, siswa dan karyawan yang disepakati dan bangun komitmen bersama warga sekolah; dan (4) bentuk “dewan etika” yang bertugas menata lingkungan fisik, sosial dan psikologis serta mengevaluasi tata tertib sekolah. Dewan etika dapat terdiri guru, karyawan, kepala sekolah dan orang tua.

Lampiran II

PPK Berbasis Budaya

Sekolah

Strategi membangun budaya sekolah dalam internalisasi nilai-nilai utama PPK dapat dilakukan melalui kegiatan rutin, kegiatan spontan, kegiatan teladan, dan kegiatan terprogram. Kegiatan-kegiatan tersebut di antaranya adalah gerakan literasi (membaca buku non pelajaran 15 menit sebelum memulai pelajaran), berbagai macam kegiatan esktrakurikuler, membuat tata tertib sekolah yang adil, demokratis, dan edukatif.

Konsep dasar literasi

Literasi merupakan dasar dari proses pembelajara sepanjang hayat.

Ini merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk perkembangan pribadi dan sosial. Secara singkat literasi berarti kemampuan untuk memahami, mempergunakan, dan menciptakan berbagai bentuk informasi untuk perkembangan diri dan sosial dalam rangka pembangunan kehidupan yang lebih baik. Literasi mengacu pada kemampuan membaca, menulis dan mempergunakan berbagai media sebagai sumber belajar secara kritis.

Literasi yang dibutuhkan di abad 21 di antaranya adalah kemampuan komunikasi, berbahasa, keterampilan mempergunakan dan mengolah informasi. Ini semua membutuhkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.

Bentuk pembiasaan literasi lain adalah gerakan kegiatan membaca 15 Menit sebelum pelajaran dimulai. Materi yang dibaca adalah buku-buku di luar buku-buku pelajaran. Tujuannya untuk menumbuhkan kegemaran membaca sebagai kunci keberhasilan seorang pembelajar, meningkatkan kemampuan literasi, memperoleh penguatan nilai-nilai utama melalui buku, cerita dan informasi yang dibaca. Dengan gemar membaca, peserta didik tumbuh menjadi pembelajar sepanjang hayat. Kegemaran membaca menunjukkan kesediaan individu untuk selalu terbuka pada pengetahuan baru, mau menggali dan mendalami hal-hal yang baru dan aktual. Sikap mau belajar secara terus menerus ini sangat penting untuk mempersiapkan mereka menghadapi kompleksitas persoalan global di masa depan.

Kegiatan ekstrakurikuler juga dipandang sangat tepat dalam Penguatan Pendidikan Karakter bagi peserta didik. Melalui PPK, guru didorong untuk mengintegrasikan berbagai kegiatan ekstrakurikuler dengan tujuan menguatkan nilai-nilai karakter pada peserta didik. Guru harus memperhatikan keseimbangan antara kecakapan intelektual yang berorientasi pada kognitif dengan kecakapan emosional-spiritual,

sehingga pada gilirannya peserta didik akan menjadi individu yang memiliki kerohanian yang mendalam (olah hati), memiliki keunggulan akademis dan integritas yang tinggi (olah pikir), rasa berkesenian dan berkebudayaan (olah rasa), serta menjadi individu yang sehat (olah raga) sehingga mampu berpastisipasi aktif sebagai warga negara yang seimbang.

Peraturan dan norma

Peraturan dan norma sekolah merupakan salah satu unsur penting pembentukan budaya sekolah. Peraturan melindungi dan mengarahkan individu pada perilaku dan tradisi yang baik. Peraturan yang baik akan semakin kuat bila didukung oleh konsistensi individu dan dukungan orang dewasa di lingkungan pendidikan. Di sekolah kita ada beberapa peraturan yang kurang mendukung pembentukan karakter peserta didik, misalnya adanya kebijakan KKM yang disalahpahami sehingga justru kontraproduktif bagai penumbuhan semangat pembelajaran, kebijakan peraturan sekolah tentang perilaku mencontek dan kejujuran yang tidak jelas, pemanfaatkan data sakit, ijin dan alpa yang tidak efektif, seperti siswa bolos, tapi tetap saja memperoleh ulangan susulan kalau pada saat siswa tersebut bolos ada ulangan. Ada juga kebiasaan lain yang mulai banyak dilakukan di sekolah yaitu memasang CCTV di seluruh sudut sekolah, termasuk di ruang-ruang kelas. Kebijakan ini perlu ditinjau dan dievaluasi karena bertentangan dengan nilai-nilai pembentukan karakter yang mengutamakan otonomi moral, kemandirian, dan kesadaran. Siswa melakukan sesuatu bernilai dan baik itu karena kesadaran bukan karena diawasi CCTV. Intinya, berbagai macam peraturan di lingkungan sekolah perlu dievaluasi agar pembentukan karakter terjadi.

在文檔中 PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER (頁 43-51)

相關文件